Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2024

Bakar 5: Petualangan Januari

                Aku mulai mengetik ini pukul 23.32 di tanggal 31 Januari. Ya, sebentar lagi Februari akan tiba dan aku hanya ingin menerbitkan Bakar edisi kelima tepat waktu. Bulan Januari membawa cerita yang indah bagiku pribadi. Pada Bakar aku akan merincinya menjadi beberapa poin. Karena jika hendak kuceritakan semua, kurasa bisa membuat buku dengan tebal 500 halaman (entahlah aku pun tak yakin sebelumnya). Aku akan menulis Bakar sampai pukul 24.00, atau sebelumnya. Karena aku mau menunggah Bakar secepatnya. Selamat membaca! Bakar 5: Petualangan Januari             Bulan Januari biasanya menjadi bulan yang penuh dengan semangat dan resolusi. Pada Bakar edisi 4, aku sudah menceritakan pengalamanku jalan-jalan. Aku juga menuliskan bahwa setiap tahun baru aku mencoba untuk mengevaluasi diriku, sehingga harapannya tahun yang baru dapat membentuk pribadi yang lebih baik. Begitu p...

Secret 6: Selamat

  Prang! Hampir saja sebuah pisau melukai kaki Amsyar yang sedang asyik memasak. Dengan cekatan ia menggeser kakinya. Telat satu detik saja kembali harus Amsyar pakaikan plaster untuk menutup luka. Remaja tangguh itu mengambil pisau yang jatuh agar tidak pula melukai nanti-nanti. Setelahnya Amsyar kembali membalut potongan paha ayam fillet dengan adonan basah dan tepung kering. Aroma rempah yang bercampur mesra di adonan dan tepung sudah menggugah selera. Warnannya sedikit kemerahan karena tadi Amsyar terlalu banyak menuangkan bubuk cabai. Tak masalah, toh Amsyar juga suka makanan pedas. Panasnya minyak sudah tak sabaran memeluk daging-daging montok itu. Tanpa merasa harus takut kena cipratan, Amsyar memasukkan satu persatu daging ayam yang siap berendam minyak. Tidak banyak yang ia goreng malam ini. Sebab besok pagi Amsyar juga akan menyantap makanan serupa. Mungkin perbedaannya di esok hari ia akan menambahkan telur kocok dan kentang rebus. Sambil menunggu kilau emas ...

Secret 5: Cerita Sore

  Motor kesayangan terpakir di depan kios yang tutup. Penunggangnya menghadap ke jalanan yang ramai dengan lalu-lalang orang pulang. Seragam pramuka masih dikenakan, buku dan pena dikeluarkan. Mata diistirahatkan dengan pemandangan langit yang tertutup bangunan. Burung walet beterbangan ikut meramaikan lalu lintas. Hinggap mereka pada bangunan tinggi yang sudah disiapkan khusus. Amsyar mengedarkan pandang ke arah lainnya. Ia mencari kalimat dalam gedung kebudayaan yang selalu menjadi tempatnya mengarang. Mulailah ia dengan sebuah pot berbunga bugenvil warna merah muda. Lihai tangannya menulis di buku kumpulan puisi dan sajak yang selalu ia bawa ke sekolah. Kemudian tinta hitam itu menggambarkan sosok yang entah mengapa cocok disandingkan dengan kelopak tipis milik bugenvil. Ia tak menyuratkan namanya dalam puisi karangan. Namun sosok itu berkelebat dalam pikiran dengan senyum yang jarang diberikan. ‘Dilarang merusak’ Sungguhlah tepat tanda peringatan itu Pada bunga yang r...

Secret 4: Bintang

  “Peraturan kedua. Kau boleh-boleh saja menyapa Amsyar, tapi jangan keseringan!”             Suara Renai terngiang-ngiang di telinga Kirana. Padahal ini mata pelajaran geografi yang dia cinta sampai mati. Tentu saja rasa cinta ini berbeda dengan yang dimilikinya kepada Amsyar. Renai yang bicara dengan cueknya menghilangkan fokus kepada penuturan Pak Sutrisno tentang pola keruangan kota.             “Maksudnya gimana, Ren?” tanya Kirana setelah berpikir dalam tentang pernyataan Renai.           “Kau ingat saat di kantin? Kubilang bahwa Amsyar suka sesuatu yang wajar, normal, dan tidak berlebihan,”             Kirana mengangguk, ingatan itu baru terjadi tiga hari yang lalu.                “Begitu juga ketika berinteraksi...