Pernah berpikir untuk masak nugget goreng yang dicocol
dengan cuko?
Itu yang Bene lakukan.
Aneh, iya. Tapi Bene tidak akan peduli dengan komentar
orang, karena toh dia sekarang ada di kontrakannya. Sendirian.
Setelah berkutat dengan kertas-kertas laporan
praktikumnya selama satu semester, Bene bisa beristirahat sejenak. Gadis itu
tidak pergi ke luar kontrakannya, kecuali untuk membeli makan atau bahan
masakan. Keinginannya untuk naik gunung setiap liburan juga harus kandas. Alasanya
sederhana, karena ia tidak punya teman untuk naik ke atas sana. Jika kalian
semua mendorong gadis itu untuk pergi sendiri,
“Terima
kasih.”
Dua kata itu akan keluar dari bibirnya yang sedikit
kering.
Saran dari kawan-kawan dekatnya, biarkan saja Bene
asyik dengan dunianya. Ia bisa saja pergi ke Bandung sekarang juga, atau ke
Jakarta. Tapi buat apa? Ia tidak mau menghabiskan lebih banyak uang beasiswa
yang baru cair satu pekan lalu itu. Mungkin nanti, di hari-hari ia mulai bosan
untuk duduk sendirian di dalam kamarnya yang kecil.
Bene mengambil nasi putih hangat yang cukup lembut.
Nasi itu baru saja matang dua menit dan langsung ia tuangkan ke atas mangkuk merah
muda. Uap mengepul telah menggairahkan dirinya untuk segera melahap nugget ayam.
Sebagai informasi saja, nugget ayam itu sudah berada di kulkas kurang lebih
satu setengah bulan. Saat itu ada diskon, beli satu gratis satu. Dengan prinsip
hematnya itu, Bene berpirkir akan mendapatkan penawaran yang sangat menarik.
Maklum, satu bungkus nugget berkualitas bisa mencapai enam puluh ribu harganya.
Tapi Bene lupa, ia orang yang cukup gampang merasa bosan. Alhasil, satu bungkus
nugget lainnya baru ia buka semasa liburan kuliah.
Nasi hangat yang berpelukan dengan nugget krispi, Bene
sirami dengan cuko pempek. Ada di kulkas semangkuk cuka pedas berwarna
hitam pekat yang ditinggalkan kawannya sehabis mereka pesta pempek. Bene tidak
lagi memikirkan apakah rasanya enak atau tidak. Ia hanya bosan untuk mengunyah
nasi, nugget, dan saus sambal biasa. Hingga munculah ide makanan baru tersebut.
Lagi pula dulu kecil ia pernah makan martabak asin dengan cuka, acar, dan nasi.
Ia masih sehat dan hidup sampai sekarang. Lagi pula juga, su shi adalah
kombinasi yang sama, bukan?
“Enak,”
ucap gadis berambut lurus itu.
Bene terus mengunyah, mengambil suapan baru. Ia menikmati
setiap detik berjalan. Kapan lagi ia bisa sendirian di kamar? Selama ini ia
selalu diprotes karena tak pernah pulang sebelum malam pukul sepuluh. Ia sering
menghabiskan waktunya sendirian di kampus, membuka laptop dan mengerjakan apa
pun yang bisa dia kerjakan. Walau pada kenyataannya ia lebih sering bermain sosmed
saja. Sebuah kesibukan dunia yang tidak membantunya lebih baik.
Suapan terakhir berupa nugget berukuran setengah. Bene
kembali menyiramkan cuka. Menatap sendoknya dengan penuh nikmat. Lalu dalam
satu detik,
Hap!
Garingnya kulit nugget dibasahi cuka yang dingin,
meleleh di mulut dengan rasa ayam yang begitu nyata. Matanya ia pejamkan. Tiap
kunyah ia hayati. Hingga tak sadar, kenikmatan itu hilang.
Sekarang Bene terdiam meratapi mangkuk merah muda yang
kosong.
Pikirannya kembali liar.
“Makan apa aku malam ini?”
Komentar
Posting Komentar