Halo semua!
Sebelum membaca kisah di blog
ini, kalian sudah mampir ke part
satunya kan? Kalau belum lebih baik dibaca dulu, deh...biar nyambung dan makin
seru ceritanya. Hehe, bisa kalian cek di ‘During COVID-19 (pt1)’.
Okede, selamat membaca kelanjutan pengalamanku yaa!
Perjalanan
awal terasa membosankan bagiku, karena kukira akan ada kegiatan menanam pohon
bersama-sama (memang ada, tapi di pos pertama aku sengaja tidak ikut. Dasar!)
atau pembagian sembako oleh kami, relawan lingkungan ke warga secara langsung
atau door to door. Tapi aku tidak
bilang perjalanan ini tidak menyenangkan. Seru! Cukup seru untuk setengah hari
ini. Tidak tahu dengan setengah yang lain.
Karena sudah setengah hari, kami
memutuskan untuk berhenti di salah satu masjid yang berada di dusun Tuing. Yang
sekaligus, masjid tersebut merupakan pos keempat. Aku membantu menurunkan
beberapa tanaman dari mobil pick-up.
Lantas saat azan zuhur dikumandangkan, bersiap-siap untuk salat. Di masjid ini
kami akan melaksanakan ISOMA atau Istirahat Salat Makan. Aku, Yuk Anggun, dan
Yuk Siti harus bersabar menunggu giliran mengambil wudu karena tempatnya hanya
satu dan terbuka. Sambil menunggu kami kembali bercakap-cakap. Dan sambil
bercakap kami melihat ke arah jalan, sekumpulan polisi terlihat di sana.
Ternyata pasukan Bhayangkara (jika
aku tak salah) atau kepolisian juga datang membagikan sembako di dusun Tuing
dan sekitarnya. Tapi mereka hanya mengantarnya saja, mungkin harus bergegas
menuju pemberhentian selanjutnya. Syukurlah, karena kami kira kami harus
menunggu lebih lama untuk mengambil air wudu.
Beberapa relawan sudah selesai
salat, sedangkan kami belum mulai wudu karena ada beberapa laki-laki di
lingkungan mushola. Akhirnya Yuk Siti menyarankan untuk berwudu di kamar mandi
saja. Aku dan Yuk Anggun mengangguk setuju, lantas bergerak menuju kamar mandi.
Selesai salat, kami makan siang. Kami bertiga makan paling akhir karena salat
paling akhir juga diantara relawan lingkungan lainnya. Menunya nasi padang,
selama pandemi ini sudah lama gak
makan nasi padang. Jadi kangen...hahaha.
Seperti yang kalian ketahui, porsi nasi padang kalau dibungkus itu banyak banget. Sayangnya aku tipe yang enggak banyak makan dan lama makan, hehe. Alhasil ketika kami sudah mau berangkat ke pos selanjutnya yang juga pos terakhir, aku harus merelakan nasi padangku dibuang. Hikd, sedih. Padahal bisa kumakan jika waktunya masih panjang. Maafkan aku nasi, huhu.
Foto makan bersama relawan lingkungan ForDAS BABEL
Nah, sebenarnya dari tadi aku hanya
ingin menceritakan bagian ini saja. Bagian di mana aku memandang semua kejadian
yang tak sengaja terjadi hari ini untukku menjadi luar biasa. Pandemi Corona,
sudah berhari-hari mungkin berminggu-minggu bahkan berbulan-bulan aku tidak
keluar rumah untuk melakukan perjalanan jauh. Paling-paling jogging keliling komplek, tempat les dan
terakhir ke Pangkalpinang untuk membeli buku di gramed, atau makan bakso?
Hmmm...intinya tujuh puluh lima persen kegiatanku hanya di rumah saja. Ditambah
lagi, wilayah tempatku tinggal merupakan kota.
Ya,
bukan kota besar seperti Jakarta, Bandung, atau kota-kota metropolitan seperti
yang kalian bayangkan. Yang pasti banyak bangunan dan jalan-jalan pun sudah
rapi. Fasilitas lumayan lengkap –tidak selengkap kota besar. Rumah-rumah
berjejer rapi, tapi tidak rapat. Jadi pemandangan yang bisa dinikmati hanya
rumah, bangunan, jalan, trotoar, dan hal-hal berbau kota kecil. Jika ingin
pemandangan lain pun ada, tapi harus berjalan sedikit jauh. Contohnya, Pantai
Matras, Pantai Tanjung Pesona, Panta Parai, Bukit Fat Thin San (hehe maaf kalau
salah tulis), wisata Pagoda, dan sebagainya yang berbau pantai. Sangat jarang
aku melihat rimbunnya hutan, walaupun rumahku persis di depan hutan lindung.
Hutan di depan rumahku tidak selebat hutan yang ingin aku jelajahi, bahkan hutannya
sudah banyak dipangkas untuk diperindah dan dijadikan area jogging. Tidak masalah dengan jogging
track-nya, tapi pohonnya kasihan ditebang. Hutan lindung, kok ditebang
hiks.
Lewat perjalanan ini aku akhirnya bisa melihat hutan dan berbagai macam tanaman yang belum pernah ku lihat sebelumnya. Simak yaaa...
Pos
kelima sekaligus pos terakhir, lokasinya dusun Pejem. Nama-nama dusun di
provinsiku terkadang memang aneh dan susah dimengerti makna dibaliknya. “Hayo,
tebak kenapa dusun ini disebut dusun Pejem?” tanya Bang Inong. Kami berpikir
dan menjawab asal. ‘Pejem’, dalam bahasa Bangka adalah ‘pejam’ artinya menutup
mata. Kami berkesimpulan jika ingin ke dusun ini, harus memejamkan mata dulu.
Haha, memang aneh tapi ada benarnya juga.
Perut
kenyang sehabis makan siang, membuat mataku mengantuk. Tapi, aku tidak bisa
tertidur. Tidak untuk kali ini karena aku penasaran dengan dusun Pejem dan
pemandangan yang akan kami lewati menujunya. Pada awal perjalanan seperti biasa
hanya terlihat rumah-rumah yang tidak rapat. Sesekali diselingin ilalang tinggi
di kanan kiri jalan. Hari mulai hujan, aku bersyukur setidaknya tubuhku tidak
berkeringat yang memicu bau badan. Kalian masih ingatkan, aku dari pagi belum
mandi. Hehe.
Kami
mulai memasuki gang kecil, dengan tanah merah yang becek sehabis hujan.
Jalannya menjadi berundak dan banyak tikungan tajam. Aku, Yuk Anggun, dan Yuk
Siti diam sepanjang perjalanan. Menatap pemandangan yang belum pernah kami
lihat. Sesekali berseru takjub dan ngeri dengan jalan yang terjal. Kami bahkan
melihat truk miring di tikungan jalan, hebatnya pengemudi dan orang di dalamnya
santai saja duduk di atas truk, haha. Setelah jalan tanah merah yang berliku
kami masuk ke jalan tanah merah yang cukup aman dan dihiasi pemandangan, waw!!
Penghasil
timah, sahang, dan sawit yang terkenal. Itulah Provinsi Kep. Bangka Belitung.
Aku sudah pernah lewat tempat pengerukan timah dan proses pencucian timah. Aku
juga sudah pernah lewat kebun sahang selama perjalanan ke dusun-dusun. Dan
sebenarnya aku juga sudah sering melihat perkebunan sawit. Tapi yang kali ini
berbeda! Tanah merah yang menuju kebun kelapa sawit yang satu ini, superduper
luar biasa besar dan luas! Aku tidak tahu tepatnya berapa luas, yang pasti sepanjang
jalan, kiri dan kanan, hanya ada kelapa sawit. Aku benar-benar takjub, tak
pernah melihat yang seperti ini sebelumnya. Saking antusiasnya aku dan Yuk
Anggun –karena sepertinya Yuk Siti sudah pernah lewat sini, begitupula Bang
Inong dan Om Ajat, tak berhenti melihat pemandangan kelapa sawit.
Sepanjang
jalan hanya kelapa sawit! Andai aku bawa handphone-ku
akan kuabadikan. Sesekali antar kebun atau petak kelapa sawit di batasi
perempatan. Aku tidak bisa membayangkan jika ada orang yang tersesat di sini,
sumpah serem. Karena kebun kelapa sawit yang satu ini panjang sampai-sampai aku
tidak punya bayangan bagaimana bentuk dusun Pejem. Aku berimajinasi, mungkin
diujung jalan kelapa sawit ini sebuah kota yang sangat modern akan terlihat.
Kota fantasi masa depan dengan rumah-rumah yang berbeda dengan kotaku, itulah
yang ada dipikiranku. Kalau tidak, sebuah dusun yang sangat tradisional
sampai-sampai masih menggunakan rumah adat untuk tempat tinggal. Hahaha.
Masih
dengan pemandangan yang sama. Kadang ada hutan lebat dengan macam tumbuhan liar
seperti buah kedebik, keramunting, tanaman simpur, batang seruk, dan
paku-pakuan. Aku mulai bosan, mulai mengantuk. Ingin tidur, tapi semua
pemandangan ini terasa harus diabadikan walaupun tidak oleh kamera. Akhirnya
aku menegerti mengapa dusun ini disebut Pejem. Mungkin karena untuk sampai ke
dusunnya kita harus memjamkan mata dulu atau tidur. Tapi ingat ya, sopirnya
jangan ikut mejem. Bisa-bisa tersesat dan tak tahu arah jalan pulang eaaak. Eh,
tapi kata Om Ajat kalau ingin keluar dari perkebunan sawit ini cukup mengikuti
tiang listrik. Pasti tembus, deh.
Singkat cerita akhirnya kami tiba di perumahan. Masih dengan jarak yang renggang-renggang, setidaknya mataku tidak menjadi bosan lagi karena melihat pohon sawit terus, hahaha. Kami sempat tersesat sekali. Begitupun satu mobil rombongan di belakang, bahkan mereka lebih jauh lagi tersesatnya.
Kami
turun dari mobil sesampainya di rumah kepala desa atau dusun (tidak ingat).
Tiga mobil sebelumnya sudah terparkir dan beberapa relawan sudah beristirahat,
minum minuman yang disediakan. Aku merasa lelah sekali, tapi juga menyenangkan.
Aku duduk disamping Yuk Siti, eh atau Yuk Anggun? Entahla, yang pasti untuk
beberapa saat kami berbincang-bincang seru dengan realawan lingkungan lainnya.
Saling melempar pertanyaan dan candaan.
Foto persiapan relawan lingkungan ForDAS BABEL berbagi ke rumah warga
Dua
puluh menit kemudian, ketika hujan mulai reda Abi memerintahkan kami untuk
bersiap memberikan sembako ke rumah-rumah warga. Waw! Sesuatu yang sangat aku
tunggu-tunggu. Tentu saja aku harus ikut yang ini, sebenarnya tujuan utama aku
ingin ikut (sebelum kejadian tadi pagi) adalah untuk menumbuhkan jiwa sosialku
yang rendah. Mungkin dengan berbagi, sedikit demi sedikit bisa tumbuh? Aku
berjalan menuju rumah-rumah warga, ditemani relawan lingkungan lainnya. Awalnya
sedikit canggung, tapi aku memberanikan diri untuk menyapa warga dan memberikan
kantong sembako yang ku bawa. Sebelum kembali ke mobil kami sempat berfoto
terlebih dahulu. Aku semakin dekat dengan relawan lingkungan lainnya.
Foto saat berbagi ke rumah warga
Foto bersama salah satu warga
Kegiatan
berakhir, akhirnya helaku. Sedikit
senang dan sedikit kecewa. Senangnya karena perjalanan kami akan segera berakhir
dan aku bisa mandi, hehe gerah banget euy. Kecewanya karena harus berpisah
dengan ayuk-ayuk dan relawan lingkungan yang hebat-hebat. Yah, mungkin lain
kali bisa bertemu dan berkegiatan lagi. Semoga.
Selesai membagikan sembako di dusun Pejem, kami berhenti salat Asar sebentar di salah satu masjid besar yang sedang direnovasi, tepatnya di kota Belinyu. Kalian tahu tidak? Kamar mandi dan tempat wudu wanitanya asik dan luas banget. Bahkan aku jadi berpikiran untuk mandi sebentar di sana, tentu saja tidak benar-benar aku lakukan. Gara-garanya pula kami jadi berlama di kamar mandi sekaligus tempat wudu itu, sehingga aku, Yuk Anggun, dan Yuk Siti ditinggal rombongan yang selesai salat dan sudah jalan duluan. Dasar kami.
Perjalanan ini kami lanjutkan dengan coffe break di salah satu restoran di pasar Belinyu. Belinyu punya kota yang unik dan masih menjaga bangunan-bangunan kuno. Ingin sekali rasanya berhenti sejenak di jalan-jalan pasar Belinyu untuk sekadar berfoto. Hehe, habis keren banget sih, kalau si kotaku Sungailiat, lebih banyak bangunan rumah modern minimalis. Walaupun tidak semodern dan minimalis kota metropolitan.
Perjalanan ini kami lanjutkan dengan coffe break di salah satu restoran di pasar Belinyu. Belinyu punya kota yang unik dan masih menjaga bangunan-bangunan kuno. Ingin sekali rasanya berhenti sejenak di jalan-jalan pasar Belinyu untuk sekadar berfoto. Hehe, habis keren banget sih, kalau si kotaku Sungailiat, lebih banyak bangunan rumah modern minimalis. Walaupun tidak semodern dan minimalis kota metropolitan.
Oh,
iya ada kejadian menarik nih, saat perjalanan pulang. Sudah sore sekali, hampir
magrib. Mobil rombongan kami jadi ngebut dan berlomba-lomba. Lima mobil awal
berubah menjadi empat, karena salah satunya ada urusan sehingga mesti melewati
jalan lain. Empat mobil rombongan keluar dari dusun Pejem lewat Belinyu.
Sedangkan satu mobil lainnya harus kembali menyusuri kebun kelapa sawit yang
sangat luas dan konon menyimpan banyak misteri.
Jadi
saat dua mobil di depan kami mulai menaikkan kecepatan untuk saling medahului,
tiba-tiba mobil Abi –mobil pertama, meninjak rem mendadak karena ada seekor
ayam lewat. Alhasil dua mobil di depan kami pun harus melambatkan lajunya dan
hampir bertabrakan satu sama lain. Aku yang awalnya ingin tidur saja, langsung
terbangun. Aroma ban yang tergeser dengan jalan karena rem mengeluarkan bau hangus. Suasana mendadak tegang. Kedua mobil di depan kami
akhirnya melambatkan laju. Mungkin ini pengingat untuk tidak ugal-ugalan di
jalan, haha syukurlah semua selamat! Saat waktu magrib tiba, untungnya ada sebuah mushala dan kami mengakhiri perjalanan kami selesai salat.
***
Jadi,
inilah akhir kisahku. Hehe, apakah menurut kalian menarik? Mengesampingkan
menarik atau tidaknya kisahku kali ini, aku punya pengalaman baru yang seru dan
mungkin tak terulang lagi. Banyak sekali pesan yang kudapat dari pengalaman
hari ini. Kalau kalian punya pengalaman menarik apa selama pandemi COVID-19?
Ngomong-ngomong, info tentang ForDAS BABEL dan kegiatannya bisa
dilihat di facebook-nya : ForDAS
BABEL atau klik link berikut...




Komentar
Posting Komentar