Langsung ke konten utama

Resensi : NOVEL SELAMAT TINGGAL KARYA TERE LIYE

 Menyingkap Misteri Penulis yang Hilang, Novel “SELAMAT TINGGAL”

Lubna Anfaresi

Judul                           : SELAMAT TINGGAL

Penulis                         : Tere Liye

Penerbit                       : Gramedia Pustaka Utama

Kota Terbit                  : Jakarta

Cetakan II                   : November 2020

Tebal Halaman            : 360 halaman ( 20 cm )

               

            Wah, kita balik lagi, nih, mengulas karya Tere Liye. Tapi kalau dipikir-pikir kenapa, ya, saya cuma mengulas karya Tere Liye? Hmmm...jawabannya karena saya lagi mood aja sekarang J Siapa, sih, di tahun 2021 ini masih enggak mengenal Bang Tere? Wah, kelewatan banget. Bang Tere ini sudah menuliskan lebih dari empat puluh buku dengan berbagai genre dan usia. Beberapa masih dalam bentuk e-book­ lebih banyak lagi yang sudah dicetak. Selain itu, Bang Tere aktif, lho dalam menuliskan sajak, kutipan, kata-kata bijak, dan opininya di  facebook maupun instagram. Sajak, kutipan, dan kata-kata bijak biasanya berupa romantisme atau kehidupan. Nah, beda pula dengan opininya yang lebih membahas mengenai kondisi negeri seperti korupsi, bencana alam, politik, bahkan permasalahan pencurian alias pembajakan buku. Buku Selamat Tinggal yang akan saya ulas ini ada sangkut pautnya dengan opini-opini Tere Liye di fanpage-nya. Kalau gitu yuk, kita mulai!



Sinopsis novel SELAMAT TINGGAL

            Diketahui sang tokoh utama, Sintong Tinggal merantau ke pulau seberang alias kota Jakarta untuk memperdalam ilmunya mengenai kesusastraan. Sintong adalah anak Medan yang berhasil diterima di salah satu universitas terbaik di Jakarta, jurusan Sastra Indonesia. Selama menjadi mahasiswa, Inang Sintong –yang berati Ibu Sintong, meminta saudaranya yang berada di Jakarta untuk membantu perkuliahan Sintong. Paklik Maman dan Buklik Ningrum namanya. Akhirnya mereka setuju untuk merawat Sintong layaknya anak sendiri, namun dengan syarat ia harus bekerja menjadi penunggu toko “Berkah”.

      Dari namanya tentu sangat menarik, tapi toko “Berkah” adalah toko yang menjual buku-buku bajakan alias ilegalSungguh sebuah ironi bagi Sintong, seorang mahasiswa sastra yang mencintai dunia tersebut, dan harusnya menghormati karya-karya penulis dan sastrawan malah dipekerjakan di tempat penulis-penulis tersebut tak layak mendapat hormat dan penghargaan. Namun karena terpaksa, jadilah ia bekerja sekaligus belajar di sana kurang lebih tujuh tahun. Tentu itu waktu yang sangat lama untuk menyelesaikan sebuah studi. Sintong tersendat empat tahun tak selesai skripsi karena dua alasan, satu karena cinta satu lagi karena masalahnya pribadi.

            Tentu saja dalam kisah Sintong Tinggal ini ada terselip romansa. Sebelum berangkat merantau, cintanya berkembang di pul bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dengan gadis sekolahnya, Mawar Terang Bintang. Tapi ceritanya kandas selama dua tahun mereka berkirim surat, jadilah Sintong Tinggal galau di kamar kos-nya dan meninggalkan kewajiban sebagai mahasiswa. Hampir-hampir Sintong di drop out oleh kampus. Sintong tak hanya sekali itu jatuh kepada wanita, setelah sekian lama meratapi cintanya yang menyedihkan ia bertemu dengan Jess mahasiswa tahun kedua, berambut panjang, dan berparas rupawan di toko buku bajakan milik Paklik Maman. Bersama temannya Bunga –yang setelah cukup berkenalan menurut Sintong, jutek dan resek, Jess membeli novel bajakan di toko Berkah. Jadilah mulai hari itu, Jess dan Sintong berkenalan dan menjadi dekat.

            Konflik bermulai ketika Sintong dipanggil dekan fakultas mengenai studinya. Dekan benar-benar akan mengeluarkan Sintong dalam tahun ini karena Sintong tak selesai menulis skripsi. Padahal dulu –dan sebenarnya sekarang, Sintong sangat pandai menulis. Pada tahun-tahun awal, tulisannya banyak dimuat di koran nasional dan itu membuat semua dosen bangga kepada Sintong. Tapi jangankan artikel koran, untuk menulis skripsi yang syarat kelulusan saja ia tak selesai. Sintong Tinggal tak putus asa, ia tetap membujuk dekan. Hingga akhirnya ia keluarkan sebuah pamungkas dari ransel kumalnya, yaitu sebuah buku kusam dan tua. Pak Dekan terperanjat, ia bahkan tak percaya dengan benda yang Sintong temukan di tumpukan kardus buku bajakan dan dibawanya pula ke hadapan sang Dekan. Akhirnya studi Sintong diperpanjang satu semester dengan syarat ia harus menyelesaikan skripsi menggunakan pamungkas yang ia bawa, yaitu buku lama milik Sutan Pane. Penulis terkenal yang tak dikenal lagiBuku yang akan membawa Sintong ke perjalanan penuh misteri dan arti.

Keunikan

            Menurut saya hal yang paling unik di novel Selamat Tinggal adalah topik bahasannya.

 Yang pertama adalah topik mengenai buku bajakan. Sebenarnya dalam novel tak hanya diceritakan masalah buku bajakan saja, namun ada pula film bajakan, barang-barang mahal dan mewah yang palsu (yang artinya bajakan juga), obat palsu, serta karya seni lainnya seperti musik bajakan. Tere Liye sangat berani mengangkat topik tersebut dan entah mengapa sangat pas ia ceritakan sebagai novel. Seakan-akan itu bukanlah topik berat yang susah dipahami masyarakat. Tere Liye membawa topik ini dengan riang alias sarkas. Memang bahasa yang digunakan terlihat main-main dan bercanda, membuat pembaca tertawa. Tapi bagi sebagian orang yang mengerti mengenai buku bajakan dan sudah sering membaca opini Bang Tere mengenai barang-barang bajakan itu terlihat lebih lucu lagi dan sangat menyindir.

            Siapa yang salah dalam kasus ini? Tetap. Yang goblok adalah penulisnya. Maha sempurna dan maha sucilah para pembaca dan pembeli buku bajakan. Juga orang-orang yang asyik membagikan file e-book ilegal lewat WhatsApp, men-download PDF bajakan di internet. Mereka sungguh mulia. – halaman 318.

            Selain mengenai barang bajakannya, Bang Tere pun menggambarkan keadaan keluarga atau orang-orang yang menjadi pembajak tersebut. Yang kaya raya dan bergelimang harta yah, walaupun dari hasil mencuri, eh, membajak. Ingat pembajak itu tidak sama dengan pencuri mereka lebih mulia kawan-kawan. Dan Bang Tere juga melukiskan kondisi negeri ini dari pangkat teratas –alias penegak hukum, sampai terbawah –alias rakyatnya yang bangga sekali memakai barang-barang bajakan. Oleh karena itu, saya rasa ide Bang Tere untuk mensosialisasikan gerakan anti bajakan ini sudah tepat melalui novel yang menyenangkan. Tergantung juga sih, pembacanya tersinggung atau tidak. Atau jangan-jangan mereka marah? Atau lebih parah lagi tertawa terbahak-bahak karena mereka pun membaca novel Selamat Tinggal melalui jalur bajakan? Entahla, saya harap negeri kita sedikit demi sedikit sembuh dari penyakit barang bajakan ini.

            Oh, iya di akhir buku akan ada penjelasan mengenai ciri-ciri buku dan e-book bajakan serta imbauan. Di mana selain menyenangkan untuk dibaca, novel Selamat Tinggal pun memberikan ilmu yang sangat berguna.

            Topik kedua adalah mengenai keberanian seorang penulis dalam menyampaikan pendapat tentang rusaknya sistem negara kita. Seperti halnya korupsi, pertengkaran antar partai, kemerdekaan, politik, dan sebagainya. Menurut saya topik-topik tentang kesadaran bernegara ini memang pantas untuk dibaca remaja usia 15+ dan mungkin di bawahnya. Karena dengan adanya literatur yang ringan namun bermakna dalam –terutama tentang kenegaraan, diharapkan dapat memunculkan semangat para generasi sekarang untuk melek masalah-masalah di lingkungan negara, terkhusus di sekitarnya.

            Novel Selamat Tinggal ini pun mengajarkan bahwa kita harus berani menyuarakan yang benar walaupun saat ini kita belum didengar orang banyak.

“Jangan berkecil hati, Kawan, jika har ini kepal jemarimu masih lemah. Jangan berkecil hati, Kawan, jika hari ini suaramu jauh dari lantang dan didengarkan. Sungguh janga berkecil hati, Kawan, jika dirimu belum mampu mengubah situasi.” – halaman 321

Gaya bahasa dan alur cerita

            Gaya bahasa yang digunakan Bang Tere dalam menuliskan karya Selamat Tinggal ini menyenangkan dan nyaman dibaca. Pas pula buku ini diedarkan untuk remaja usia 15+ walaupun jika dibawahnya sudah terbiasa membaca pun akan tetap menyenangkan. Kalimatnya mudah dimengerti dan tak berbelit-belit. Kisahnya pun tak hanya difokuskan kepada kisah cinta Sintong (ya karena ini bukan novel romantis), misteri Sutan Pane, atau drama barang-barang bajakan. Semuanya seakan teraduk rata dan mendapat porsi masing-masing. Penggunaan bahasanya pun bahasa sehari-hari dengan beberapa bahasa daerah seperti Inang, yang berati ibu. Tak ada bahasa alay dan beberapa kali menggunakan istilah asing.

            Alur ceritanya tidak membingungkan. Maju mundur tapi lebih banyak majunya, karena Sintong tak suka mengenang masa lalu (eak). Pelan tapi pasti, serta sangat jelas penggambaran adegan per adegan. Pembaca akan dibawa naik turun emosinya karena seperti yang saya bilang tadi, ada kisah cinta, misteri, dan drama yang kadang membuat hati ingin menjerit, ‘seharusnya tidak begini Bang Tere!’. Tapi apalah kita yang hanya pembaca, penikmat karya. Tak mungkin, kan, karena keberatan atas satu kisah kita minta ganti alurnya?

            Tapi menurut saya pribadi yang cukup banyak membaca novel Tere Liye, buku beliau kali ini agak mudah ditebak jalan cerita dan plot twis-nya. Tentu tidak mengurangi keseruan cerita dan rasa penasaran yang selalu Bang Tere letakkan di akhir bab. Hanya kurang greget saja.

            Baik, mungkin sampai di sini saya mengulas karya Tere Liye, ‘Selamat Tinggal’. Menurut saya ini novel yang baik dan menyenangkan serta banyak amanat yang tersampaikan. Sangat cocok untuk dibaca remaja dan para pengedar serta pemakai barang bajakan. Buku Selamat Tinggal ini bukan bacaan yang membosankan, kok. Lebih baik kalian segera baca karena ada misteri yang harus dipecahkan dan favorit saya bagian Jess. Walaupun yaa, akhirnya, ekhem baca aja deh! 



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi : Novel Nebula Karya Tere Liye

Novel “NEBULA” Karya Tere Liye :  Rahasia Pengintai Terbaik dan Kembalinya Musuh Lama Oleh : Lubna Anfaresi Judul                : NEBULA Penulis             : Tere Liye Penerbit             : Gramedia Pustaka Utama Kota Terbit       : Jakarta Cetakan II        : April 2020 Ketebalan         : 376 halaman Pendahuluan             Serial Bumi merupakan salah satu serial yang dikeluarkan oleh penulis Tere Liye dan berhasil menarik minat pembaca di tanah air. Serial fantasi ini sudah memiliki sembilan seri dengan seri terbaru berjudul “NEBULA”. Sama seperti seri sebelumnya yang berjudul “SELENA”, seri ke-9 ini menceritakan kisah dari sudut pandang Selena sebaga...

Masak, Makan, Lempah Kuning

  Masak, Makan, Lempah Kuning “Wew, banyak kenek ge. Basing ka lah pon!” [1]             Ucapan dari Ami, gadis Bangka yang sudah kutemui sejak lima hari bertugas di daerah ini, terus terngiang di antara malam-malam sepi di kamar berukuran lima kali tujuh meter. Suaranya begitu tinggi, mencekam, dan rasanya penuh kebencian. Raut wajahnya yang mengerut itu terus terbayang, juga ucapan dengan bahasa yang aku tidak mengerti sama sekali. Jauh dari mal perbelanjaan, kafe yang selalu ramai, atau sekadar lalu lintas kota Yogya, aku terjebak sampai sembilan hari kedepan untuk mengerjakan tugas kuliahku di sini. Aku tidur menumpang kepada salah satu warga kenalan kawan kuliahku, yang juga berasal dari Bangka. Katanya itu adalah rumah seperadik [2] -nya. Pintu kamar yang menjadi tempat tidurku sementara tiba-tiba diketuk dari luar. Aku menghela napas, mencoba meraih gagang pintu dan membiarkan sinar lampu di ruang tengah masuk ke d...

Nugget

Pernah berpikir untuk masak nugget goreng yang dicocol dengan cuko ? Itu yang Bene lakukan. Aneh, iya. Tapi Bene tidak akan peduli dengan komentar orang, karena toh dia sekarang ada di kontrakannya. Sendirian. Setelah berkutat dengan kertas-kertas laporan praktikumnya selama satu semester, Bene bisa beristirahat sejenak. Gadis itu tidak pergi ke luar kontrakannya, kecuali untuk membeli makan atau bahan masakan. Keinginannya untuk naik gunung setiap liburan juga harus kandas. Alasanya sederhana, karena ia tidak punya teman untuk naik ke atas sana. Jika kalian semua mendorong gadis itu untuk pergi sendiri,             “Terima kasih.” Dua kata itu akan keluar dari bibirnya yang sedikit kering. Saran dari kawan-kawan dekatnya, biarkan saja Bene asyik dengan dunianya. Ia bisa saja pergi ke Bandung sekarang juga, atau ke Jakarta. Tapi buat apa? Ia tidak mau menghabiskan lebih banyak uang beasiswa yang baru cair satu pekan lalu...