Krisis Kemerdekaan
Krisis kemerdekaan, dua kata yang dapat
menggambarkan keadaan Bangsa Indonesia saat ini. Dikala merebaknya serangan
virus Covid-19, yang sudah hampir dua tahun berada di Indonesia membuat semua
lini kehidupan mesti terkurung di dalam rumah. Entah kebijakan pemerintah
merumahkan ribuan pekerja –atau jutaan, dan pelajar di seluruh Indonesia adalah
pilihan yang tepat atau malah seperti bom hitung mundur. Yang jelas setelah 76
tahun merdeka masih banyak krisis kemerdekaan di Indonesia.
Saya bukan aktivis, hanya pelajar
SMA yang pada larut malamnya berlari-lari ide di kepala untuk menulis beberapa
hal yang cukup meresahkan diri. Daripada menunggu nanti-nanti dan terus menunda,
lebih baik dipaparkan saja semua krisis yang menurut saya perlu dikritisi. Toh,
besok-besok saya juga akan menjadi pemudi yang harus berjuang untuk diri,
bangsa, dan negara. Mengambil hak-hak yang seharusnya menjadi milik pribadi dan
masyarakat luas.
Mulai dari topik yang kini sudah
seperti makanan sehari-hari saja, korupsi. Memang topik yang sudah banyak
dibicarakan, tapi inilah urgensi bangsa Indonesia saat ini. Kasus pejabat
‘gila’ Bapak Juliari Batubara yang tidak saya hormati atas perilakunya
melecehkan segenap masyarakat Indonesia terutama yang sedang melarat karena
ekonominya terganggu pandemi covid-19. Pejabat gila ini dengan entengnya
menyuap Rp. 32,2 miliar bantuan sosial covid-19 sehingga tertangkap pada 6
Desember 2020. Sekali lagi bantuan
sosial! Mentang-mentang Menteri Sosial yang baru menjabat tahun 2019 lalu
sudah gercep sekali, ya mengambil uang rakyat. Pak Juliari, apakah memang ini
tujuan bapak menjabat dari awal? Jangan-jangan kalau tidak ada covid semakin
banyak pula dana bantuan sosial untuk korban bencana alam yang bapak makan
sepuasnya, eh makannya bagi-bagi sama pejabat teras yang lain, enggak pak?
Yang lucunya lagi, pada kemunculan
virus Covid-19 ketua Komisi Pemberatasan Korupsi, Firli Bahuri pernah
mengatakan akan menghukum siapa pun yang melakukan korupsi di tengah situasi
panas saat ini (maksudnya Covid-19) dengan hukuman mati. Halah, Pak Firli
jangankan hukuman mati, ini bukannya dikorting juga? Saya memang bukan ahli
politik dan hukum, hanya melihat dari sudut pandang pelajar, masyarakat, dan
beberapa kali menyimpulkan dari berita-berita mengenai korban yang benar-benar
terdampak. Jadi mohon maaf bila penilaian ini salah, tapi bapak-bapak pejabat
sekalian lebih salah lagi bukan? Apalagi Bapak Juliari yang baru-baru ini minta
ditiadakan saja hukuman pidana korupsi sebelas tahunnya, karena alasan
keluarga. Melawak salah waktu, pak! Di Indonesia, di luar sana banyak
keluarga-keluarga yang tersiksa karena ulah Bapak yang mengambil uang bantuan
sosial.
Inilah salah satu dari krisis
kemerdekaan Indonesia. Di mana kemerdekaan atas hak bantuan sosial yang
seharusnya diterima rakyat? Di mana kemerdekaan atas hak keadilan masyarakat?
Di mana kemerdekaan atas hak didengarnya suara rakyat? Di mana kemerdekaan atas
terjaminnya hidup rakyat?
Mungkin saya sebagai pelajar memang
belum sepenuhnya pantas untuk menghakimi pejabat-pejabat gila ini. Tapi
setidaknya saya sudah bersuara, dan masih banyak krisis kemerdekaan di
Indonesia. Sebagai generasi muda pastinya harus kita kritisi dan jangan
membisu, berpangku tangan. Lakukanlah apa yang kamu bisa dan lakukan hal yang
kamu bisa dengan sungguh-sungguh hingga akhirnya menjadi yang terbaik. Semangat
Merdeka!
Komentar
Posting Komentar