Langsung ke konten utama

Sudut Pandang : Mikirin Orang Terus, Mikirin Aku Kapan?

 

Mikirin orang terus, mikirin aku kapan?

            Gini, ya sering banget kita denger atau baca di mana pun dan kapan pun “pikirin orang lain, jangan pikirin diri sendiri. Egois banget jadi orang!”. Entah apa yang ada dibenakku, sekarang kata-kata itu kayak enggak valid aja. Entah kenapa kata-kata yang udah ditanemin sejak kecil (contohnya saat pelajaran ppkn) yang pastinya maksud dari kalimat itu baik banget, sekarang menuntut dan ngebuat pribadi jadi enggak peduliin diri.

            Aku tahu banget dengan kalimat itu maksudnya kita perlu membantu sesama, tidak saling menyakiti orang lain, selalu berbuat baik kepada orang, dan hal-hal yang membawa kebaikan untuk kita dan orang lain. Tapi coba telaah lagi, deh. Kita diminta untuk mikirin orang lain, mikirin kitanya belakangan. Pentingkan keperluan umum keperluan pribadi nanti aja. Pikirkan perasaan orang lain, perasaan kita belakangan. Intinya orang lain seneng, orang lain bahagia, kitanya nanti. Kalau kita enggak berpikir demikian lantas kita dicap egois dan apatis.

            Secara enggak sadar kalimat itulah yang bikin kita overthinking terhadap perkataan orang lain. Kita terbiasa memikirkan orang lain agar tak jadi egois dan apatis, ujung-ujungnya semua hal dibenak kita tentang orang lain. Kita jadi takut untuk melakukan hal yang kita suka, kita jadi takut untuk mengungkapkan pendapat kita, kita jadi takut untuk  ini dan itu, padahal dampak dari perbuatan kita bisa jadi baik, benar, dan membantu orang lain. Kita terlalu sibuk dengan komentar orang lain yang perlu kita pikirin sedangkan lalai terhadap memikirkan diri sendiri. Tentunya secara enggak sadar kalimat itu juga yang bikin kita terus menerus memikirkan hidup orang. Sibuk ngurusin rumah tangga orang, sibuk ngurusin perekonomian orang, sibuk ngurusin sifat-sifatnya yang ujung-ujungnya gosip dan dosa.

            Yang paling ajaib itu adalah ketika kita benar-benar memikirkan seseorang, orang itu sepeserpun tidak memikirkan kita. Ketika kita udah sopan santun dalam berbicara, eh dianya langsung terobos aja bahkan kadang melontarkan kata-kata kasar. Adapula ketika kita mikirin ide atau sesuatu yang bisa dilakukan untuk sekitar, orang-orang menanggapnya dengan, oke, terserah, ngikut aja, dan respon tak acuh lainnya. Kita itu padahal mikir pakai waktu juga, apa tega responnya gitu aja?

            Mungkin sekian yang bisa aku tulis. Masih ada, sih unek-unek tentang memikirkan orang lain ini, tapi dicukupkan. Terima kasih yang udah baca. Jangan jadikan ini patokan, karena tulisan ini hanya memuat sudut pandangku aja. Mungkin gara-gara sering enggak dipikirin orang lain jadi gini hahaha.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Resensi : Novel Nebula Karya Tere Liye

Novel “NEBULA” Karya Tere Liye :  Rahasia Pengintai Terbaik dan Kembalinya Musuh Lama Oleh : Lubna Anfaresi Judul                : NEBULA Penulis             : Tere Liye Penerbit             : Gramedia Pustaka Utama Kota Terbit       : Jakarta Cetakan II        : April 2020 Ketebalan         : 376 halaman Pendahuluan             Serial Bumi merupakan salah satu serial yang dikeluarkan oleh penulis Tere Liye dan berhasil menarik minat pembaca di tanah air. Serial fantasi ini sudah memiliki sembilan seri dengan seri terbaru berjudul “NEBULA”. Sama seperti seri sebelumnya yang berjudul “SELENA”, seri ke-9 ini menceritakan kisah dari sudut pandang Selena sebaga...

Masak, Makan, Lempah Kuning

  Masak, Makan, Lempah Kuning “Wew, banyak kenek ge. Basing ka lah pon!” [1]             Ucapan dari Ami, gadis Bangka yang sudah kutemui sejak lima hari bertugas di daerah ini, terus terngiang di antara malam-malam sepi di kamar berukuran lima kali tujuh meter. Suaranya begitu tinggi, mencekam, dan rasanya penuh kebencian. Raut wajahnya yang mengerut itu terus terbayang, juga ucapan dengan bahasa yang aku tidak mengerti sama sekali. Jauh dari mal perbelanjaan, kafe yang selalu ramai, atau sekadar lalu lintas kota Yogya, aku terjebak sampai sembilan hari kedepan untuk mengerjakan tugas kuliahku di sini. Aku tidur menumpang kepada salah satu warga kenalan kawan kuliahku, yang juga berasal dari Bangka. Katanya itu adalah rumah seperadik [2] -nya. Pintu kamar yang menjadi tempat tidurku sementara tiba-tiba diketuk dari luar. Aku menghela napas, mencoba meraih gagang pintu dan membiarkan sinar lampu di ruang tengah masuk ke d...

Nugget

Pernah berpikir untuk masak nugget goreng yang dicocol dengan cuko ? Itu yang Bene lakukan. Aneh, iya. Tapi Bene tidak akan peduli dengan komentar orang, karena toh dia sekarang ada di kontrakannya. Sendirian. Setelah berkutat dengan kertas-kertas laporan praktikumnya selama satu semester, Bene bisa beristirahat sejenak. Gadis itu tidak pergi ke luar kontrakannya, kecuali untuk membeli makan atau bahan masakan. Keinginannya untuk naik gunung setiap liburan juga harus kandas. Alasanya sederhana, karena ia tidak punya teman untuk naik ke atas sana. Jika kalian semua mendorong gadis itu untuk pergi sendiri,             “Terima kasih.” Dua kata itu akan keluar dari bibirnya yang sedikit kering. Saran dari kawan-kawan dekatnya, biarkan saja Bene asyik dengan dunianya. Ia bisa saja pergi ke Bandung sekarang juga, atau ke Jakarta. Tapi buat apa? Ia tidak mau menghabiskan lebih banyak uang beasiswa yang baru cair satu pekan lalu...