Eggak terasa aku udah ngerjain segmen ini selama 6 bulan. Walaupun mungkin yang mengikuti bacaan ini hanya sedikit, tapi aku tetap merasa ini adalah pencapaian yang bagus atas konsistensi ku. Pada kesempatan kali ini aku akan membagikan kabar tentang beberapa hal acak. Mungkin terkait cerita pemilu pertamaku, tentang aku dan zona nyamanku, juga tentang apa yang kulakukan sekarang.
Selamat datang di Bakar edisi ke-6!
Bakar 6: Pemilu dan Aku
Tahun 2024 adalah tahun pemilu
pertama bagiku. Ada banyak cerita seru selama pemilu kali ini. Dimulai sejak
awal pengumuman paslon capres cawapres yang punya konflik tersendiri. Untuk
kamu yang baca Bakar di tahun-tahun selanjutnya (maksudnya kamu dari masa depan
nih) akum au bilang bahwa dalam pemilu ini ada satu paslon yang unik banget.
Uniknya apa? Ya, uniknya mereka dengan percaya diri maju ke kotak pencoblosan
dengan berbagai pelanggaran. Paling menariknya adalah pelanggaran etik dari MK
yang membolehkan peraturan baru ‘calon wakil presiden boleh berusia 30 tahun
dengan syarat telah menjabat sebagai kepala daerah sebelumnya’. Kalian bisa cari
saja berita ini di gugel, ya.
Setelah itu datanglah hari kampanye
dan debat. Hal yang menyenangkan kulakukan adalah membuka diskusi dengan
teman-teman angkatan. Kuberi nama ‘Ngobat’, yang merupakan akronim dari Ngobrolin
Debat. Sayangnya diskusi itu hanya berlangsung dua kali debat saja. Kenapa?
Karena aku sudah merasa debat pertama dan kedua lebih dari cukup untuk menentukan
siapa paslon yang akan kupilih.
Selama masa kampanye ada banyak
kisah menarik dari masing-masing paslon. Menurutku kampanye tahun ini adalah
yang paling seru dibanding dua periode sebelumnya. Mulai dari uniknya cara
kampanye paslon (membuka dialog dengan masyarakat), beterbarannya meme
paslon, dan diskusi yang muncul dari berbagai macam tokoh di banyak platform.
Selain keseruan kampanye, aku juga merasa keseruan saat pertama kali
mencoblos di tempatku menimba ilmu.
Sebagai seorang perantau, dan
pemilik suara (pokoknya harus nyoblos biar paslonku menang) aku berusaha untuk
mendaftarkan suaraku. Ingat sekali waktu itu hanya tersisa satu hari saja untuk
mendaftar di kantor kecamatan. Aku sempat khawatir tidak mendapat surat suara.
Tapi untunglah semua aman terkendali. Lanjut adalah saat hari pencoblosan, ah
tidak sepertinya aku ingin cerita hari saat aku mengambil surat pindah
mencoblos.
Singkat saja ceritanya. Aku ke
kantor kecamatan di malam hari, ternyata malam itu Bapak petugasnya tidak ada.
Aku kembali lagi esok sorenya, agak khawatir karena hujan begitu deras. Untung
saja saat sore pukul 16.00 hujan berhenti. Setelah mengambil surat aku tidak
mau merasa rugi menghabiskan uang lima belas ribu. Alhasil aku berjalan kaki
untuk mencari makan. Kutemukan warung mie aceh. Enak sekali mie aceh-nya.
Setelah makan aku mencari gojek, naik gojek. Dan ngeng…eh tapi boong. Sebelum
terlalu jauh dari tempat makan tadi, aku dipanggil oleh abang-abang. Ternyata
hapeku jatuh di jalan :’) dan terlindas mobil :’’). Awalnya aku sudah
ketar-ketir. Saat dicek kagetnya (alhamdulillah) hapeku tidak ada lecet sama
sekali.
Oke, lanjut ke hari pencoblosan.
Singkat saja ceritanya. Aku mencari gojek, tapi tak ada yang mau mengantar.
Alhasil aku naik angkot untuk setengah perjalanan dan melanjutkannya dengan
naik gojek sampai ke TPS. Ternyata TPS ku cukup jauh dan terpencil. Setelah aku
mencoblos, aku mencoba memesan gojek lagi. Ternyata hapeku sisa lima belas
persen :’)) aku berusaha untuk mencari jalan yang lebih mungkin dilalui gojek.
Akhirnya aku berjalan kaki sampai keluar dari gang perumahan (capek juga kak).
Sebelum aku berjalan aku membeli paket internet 500mb karena aku kehabisan
paket internet saat itu. Kuota internet itu nantinya kupakai untuk mencari jalan
menggunakan gugel meps. Setelah aku keluar dari gang perumahan itu…HAPEKU MATI.
Percayalah saat itu rasa percaya diriku pada jiwa mandiri
menjadi nol persen saja. Aku mencoba tenang, kuingat lagi pasti di sini ada
angkot. Kutunggu sampai sepuluh menit, angkot tak kunjung datang. Kuputuskan
untuk berjalan mencari angkot. Kukira dekat saja. Ternyata jauh juga. Saat
akhirnya kutemuka angkot dan kutanya ini di mana kepada penumpang yang lain,
aku berada di kecamatan yang berbeda dengan kecamatan tempatku tinggal.
Yah, begitulah. Capek. Tapi demi
satu suara. Untung aku masih punya uang cash, jadi masih bisa naik
angkot.
Cerita kedua dan ketiga kugabung
saja. Cerita ini tentang zona nyamanku dan aku yang sekarang.
Menurutku aku terlalu nyaman dengan
zona yang ada. Aku memanjakan diriku, bermain-main dengan rasa malas. Merasa
cukup dengan apa yang kumiliki sekarang. Walaupun aku sudah beradaptasi lebih
baik dan menjadi pribadi yang percaya diri serta mandiri, tetap saja hasil yang
kuinginkan tidak semenarik itu. Progres yang terjadi hanya sedikit.
Orang-orang bilang progres sedikit
itu bukan hal yang masalah. Tapi menurutku itu masalah jika aku tahu potensiku
bisa lebih dari yang aku lakukan sekarang. Jadi doakan saja, ya, supaya aku
bisa mekar atau bersinar layaknya aku yang dulu (bahkan harusnya lebih baik
sih)
Demikian Bakar edisi kali ini.
Semoga kalian bisa ambil inti sarinya karena aku kali ini enggak ada kesimpulan
kayak edisi sebelum-sebelumnya. Aku sangat senang bisa berkontribusi dalam mengisi
hari-hari kalian. Aku sangat senang kalian masih bertahan hingga edisi ke-6.
Jumpa lagi di Bakar selanjutnya. Kuharap kalian bisa berbagi kabar juga, yaa!
Komentar
Posting Komentar